Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) berlangsung pada Tanggal 30 September 2025 dilakukan oleh dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana(Anna Henny Talahatu, S.Pi., M.Si, dan Marselinus Laga Nur, S,KM., M.Kes) serta melibatkan 8 mahasiswa FKM yang sedang dalam tahap penulisan tugas akhir.
Masalah gizi pada balita di Indonesia masih cukup tinggi. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan 3.9% dan 13.8% balita mengalami masalah gizi
buruk dan gizi kurang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang angka masalah gizi melebihi angka nasional. Berdasarkan
indikator BB/U, sebanyak 7.3% dan 22.2% balita mengalami gizi buruk dan gizi kurang.
Kabupaten Kupang memiliki data balita gizi kurang dan buruk sebanyak 2.388 dan 275,
serta 9,5% balita dengan indikasi wasting. Berdasarkan hasil analisis indeks komposit
ketahanan pangan tahun 2022, sebanyak 80 dari 309 (25,89%) kecamatan di Provinsi NTT
dikategorikan rentan rawan pangan (prioritas 1-3) dan mayoritas kecamatan (116
kecamatan atau 37,5% dari total kecamatan) berada dalam Prioritas. Di wilayah kabupaten,
terdapat 79 kecamatan rentan.
Anak stunting di NTT, 81,3% mengkonsumsi bubur/nasi
sebagai sumber karbohidrat namun 87,7% yang dikonsumsi jumlah/porsi kurang dari
kebutuhan. Hanya setengah anak stunting (58,6%) di NTT yang selalu mengkonsumsi lauk
hewani ketika makan, tetapi 10,4 % yang dikonsumsi jumlah/porsi masih kurang dari
kebutuhan, hal ini sejalan dengan hasil Riskedas 2018 yaitu kejadian stunting meningkat
1,8 kali pada anak rentang usia 6-24 bulan. Hanya 24,6% anak stunting di NTT yang
mengkonsumsi lauk nabati, namun dari jumlah tersebut 61% tidak mengkonsumsi sesuai
kebutuhan. Data pemantauan pertumbuhan balita didapatkan dari ibu balita atau anggota
keluarga yang diketahui melalui frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama
enam bulan terakhir yang dikelompokkan menjadi “tidak pernah ditimbang selama enam
bulan terakhir”, ditimbang 1-3 kali yan berarti “penimbangan tidak teratur”, dan -6 kali
yang diartikan sebagai penimbangan teratur”. Data frekuensi penimbangan anak umur 623 bulan di NTT adalah 4 kali sebanyak 76,4%, 1-3 kali sebanyak 13,5% dan tidak pernah
sebanyak 10,1%.
Posyandu dipandang sangat bermanfaat bagi masyarakat namun keberadaannya di
masyarakat kurang berjalan dengan baik, oleh karena itu pemerintah mengadakan
revitalisasi posyandu. Revitalisasi posyandu merupakan upaya pemberdayaan posyandu
untuk mengurangi dampak dari krisis ekonomi terhadap penurunan status gizi dan
kesehatan ibu dan anak. Kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam menunjang upaya mempertahankan dan meningkatkan status gizi serta
kesehatan ibu dan anak melalui peningkatan kemampuan kader, manajemen dan fungsi
posyandu. Ketersediaan posyandu MP-ASI lokal masih sangat terbatas baik dalam hal
jumlah kader maupun pelayanan, hal ini karena faktor sosial budaya masyarakat setempat
yang turut mempengaruhi keberadaan posyandu misalnya anggapan atau kepercayaan
bahwa pelayanan kesehatan pada tingkat posyandu masih sangat terbatas dan cenderung
lambat. Perbedaan persepsi dan kurangnya partisipasi masyarakat pada kegiatan posyandu
merupakan factor pemicu untuk mengantisipasi secara dini peran posyandu melaui
peningkatan program MP-ASI lokal yakni memanfaatkan pangan lokal[5]. Sosial budaya
merupakan salah variable yang turut menentukan pola konsumsi masyarakat, terutama
kelompok baduta (merupakan golongan umur rawan gizi.
Pengabdian Kepada Masyarakat dilakukan dengan mitra Kader Posyandu dan ibu
Balita Cempaka 1 Kaniti Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kegiatan
dilakukan pada Bulan September 2025. Peserta yang terlibat dalam kegiatan PkM Adalah
7 kader dan 35 balita beserta ibu balita. Bahan dan peralatan yang digunakan dalam
kegiatan adalah LCD Projector, kertas plano dan alat tulis. Metode pendekatan yang
akan ditawarkan untuk mendukung realisasi program PKM pada Posyandu Cempaka 1
berupa pelatihan karakteristik dan deteksi dini tumbuh kembang ini disampaikan kepada
mitra sasaran dengan beberapa metode yaitu Pelatihan pembuatan makanan tambahan
bagi bayi dan balita. Pemberian makanan tambahan (PMT) merupakan kegiatan rutin
dalam posyandu. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang makanan
yang sesuai untuk bayi dan balita. Pembuatan PMT terutama berasal daribahan makanan
yang mudah diperoleh di wilayah setempat.
Kegiatan pengabdian diawali dengan praktik pengembangan pengolahan pangan local
sebagai makanan padat gizi sesuai menu B2SA. Selain kehadiran Kader juga terdapat Balita serta
Ibu balita. Sosialisasi yang diberikan tentang syarat MP ASI secara umum yang dianjurkan baik
dari segifrekuensi, jenis, jumlah dan waktu pemberian. Di samping itu juga diberikan suplemen
materi tentang kemanan makanan dan minuman jajanan sehat bagi anak. Materi ini bisa menjadi
referensi bagi kader posyandu dalam memberikan edukasi kepada para ibu balita di wilayah posyandu masing masing untuk meningkatkan berat badan para anak balita.
Ibu yang memperoleh
pengetahuan tentang gambaran frekuensi dan jenis makanan yang sehat dan bergizi melalui
ceramah terbukti bisa meningkatkan pengetahuan para ibu [6]. Pelatihan Kegiatan pelatihan di
hari pertama diawali dengan pretest,peserta mengisi kuesioner secara mandiri yang berisi
pertanyaan yang mengukur secara sederhana pengetahun, sikap, dan keterampilan terkait
materi yang akan disampaikan pada pelatihan.(*)