Kupang, Nusa Flobamora—Provinsi Nusa Tenggara Timur( NTT) merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang angka masalah gizi melebihi melebihi angka Nasional.
Berdasarkan indikator BB/U, sebanyak 7,3 persen dan 22,2 persen balita mengalami gizi buruk dan gizi kurang.
Untuk menangani gizi buruk dan gizi kurang, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat( FKM) Universitas Nusa Cendana Kupang, Ana Henny Talahatu, S.Pi, M.Si bersama Marselinus Laga Nur, S.KM, M.Kes dan melibatkan 8 Mahasiswa SKM yang dalam penulisan tugas, melakukan kegiatan untuk Kader Posyandu dan ibu baduta Posyandu Cempka I Kaniti Kabupaten Kupang pada Selasa 30 September 2025.
Kabupaten Kupang, memiliki data balita gizi kurang sebanyak 2.388 balita dan gizi buruk 275 balita serta 9, 5 persen balita dengan indikasi wasting. Di wilayah Kabupaten Kupang terdapat 79 Kecamatan rentan.
Anak Stunting di NTT, 81, 3 persen mengkonsumsi bubur/nasi sebagai sumber karbohidrat namun 87, 7 persen yang di konsumsi jumlah porsi kurang dari kebutuhan. Hanya setengah anak stunting ( 58, 6 persen) di NTT yang selalu mengkonsumsi lauk hewani ketika makan, tetapi 10, 4 persen yang di konsumsi masih kurang dari kebutuhan.
Hal ini sejalan dari hasil Riskedas 2018 yaitu kejadian stunting meningkat 1, 8 kali pada anak rentang usia 6-24 bulan. Hanya 24, 6 persen anak stunting di NTT yang mengkonsumsi lauk nabati. Namun dari jumlah tersebut 61 persen tidak mengkonsumsi sesuai kebutuhan.
Data pemantauan pertumbuhan balita di dapatkan dari ibu balita atau anggota keluarga yang diketahui melaui frekwensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama 6 bulan terakhir yang dikelompokkan menjadi “tidak pernah ditimbang selama 6 bulan terakhir” ditimbang hanya 1-3 kali artinya penimbangan tidak teratur dan 6 kali penimbangan yang diartikan sebagai penimbangan teratur.
Data frekwensi penimbangan anak umur 6-23 bulan di NTT sebanyak 4 kali, 76, 4 persen, penimbangan 1-3 kali sebanyak 13, 5 persen dan tidak pernah ditimbang sebanyak 10, 1 persen.
Posyandu dipandang sangat bermanfaat bagi masyarakat namun keberadaannya di masyarakat kurang berjalan dengan baik.
Oleh karena itu, pemerintah mengadakan revitalisasi posyandu.Revitalisai posyandu merupakan upaya pemberdayaan posyandu untuk mengurangi dampak dari krisis ekonomi terhadap penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan anak.
Kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam menunjang upaya mempertahankan dan meningkatkan status gizi serta kesehatan ibu dan anak melalui peningkatan kemampuan kader, manajemen dan fungsi posyandu.
Ketersediaan posyandu MP-ASI lokal masih sangat terbatas baik dalam hal jumlah kader maupun pelayanan, hal ini dikarenakan faktor sosial budaya masyarakat setempat yang turut mempengaruhi keberadaan posyandu. Misalnya, anggapan atau kepercayaan bahwa pelayanan kesehatan pada tingkat posyandu masih sangat terbatas dan cenderung lambat.
Perbedaan presepsi dan kurangnya partisipasi masyarakat pada kegiatan posyandu merupakan faktor pemicu untuk mengantisipasi secara dini peran posyandu melalui peningkatan program MP-ASI lokal , yakni pemanfaatan pangan lokal, sosial budaya merupakan salah satu variabel yang turut menentukan poa konsumsi masyarakat terutama kelompok baduta yang merupakan kelompok umur rawan gizi.
Pengabdian kepada masyarakat dengan mitra kades posyandu dan ibu balita cempaka I Kaniti, Kabupaten Kupang , NTT.
Kegiatan ini dilakukan pada bulan September 2025, peserta yang terlibat dalam kegiatan PKM ini adalah, 7 kader dan 35 balita beserta ibu balita. Sedangkan bahan dan pelatan yang digunakan dalam adalah LCD projektor, kertas pleno dan alat tulis.
Metode yang ditawarkan untuk mendukung realisasi program PKM ada posyandu Cempaka I, berupa pelatihan karateristik dan deteksi dini tumbuh kembang disampaikan kepada mitra sasaran yaitu pelatihan pembuatan makanan tambahan bagi bayi dan balita.
Pemberian makanan tambahan ( PMT) merupakan kegiatan rutin dalam posyandu.
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang makanan bergizi yang sesuai untuk bayi dan balita. Pembuatan PMT terutama berasal dari bahan makanan yang diperoleh dari daerah setempat.
Pegabdian di awali dengan praktik pengembangan pengolahan pangan lokal sesuai menu B2SA. Selain kehadiran kader juga terdapat balita serta ibu yang diberikan tentang syarat MP ASI secara umum yang dianjurkan baik dari segi frekwensi, jenis jumlah dan waktu pemberian.
Disampaing itu juga diberika suplemen serta materi tentang keamanan makanan dan minuman, jajanan sehat bagi anak.
Materi ini diharapkan bisa memberikan edukasi kepada para ibu balita di wilayah posyandu masing-masing dengan tujuan untuk meningkatkan berat badan para anak balita. ( *ER)