LIQUISA (TIMOR LESTE), NUSA FLOBAMORA– Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Timor Leste memperkuat kerja sama bilateral di sektor pertanian melalui “Pelatihan Pengendalian Hama Ulat Grayak (Training On Fall Armyworm Control)” bagi para penyuluh pertanian.

Kegiatan yang berlangsung di INPA Maubara, Liquisa, Timor Leste, pada 28 Juli hingga 2 Agustus 2025 ini merupakan inisiatif dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Dili untuk mendukung upaya pencegahan dan pengendalian hama ulat grayak (lakataru makerek) yang merusak tanaman jagung.

Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris Negara Bidang Perikanan Timor Leste, Domingos da Conceição, pada 28 Juli 2025.

Dalam sambutannya, Domingos menyampaikan apresiasinya terhadap kerja sama ini, mengingat jagung adalah makanan pokok masyarakat Timor Leste.

“Ancaman dari ulat grayak bukan hanya berdampak pada hasil panen, tetapi juga mengancam gizi dan mata pencaharian petani dan keluarganya di pedesaan,” ujar Domingos.

Sebagai informasi, ulat grayak merupakan hama utama tanaman yang bersifat polifag dengan spektrum tanaman inang yang sangat luas dan memiliki kemampuan adaptasi, mobilitas serta kemampuan menjadi resisten yang tinggi.

Tanaman inangnya sangat beragam, seperti tembakau, kacang tanah, cabai, bawang, jarak, kubis, tanaman serat, sayuran dan tanaman hias.

Perwakilan KBRI Dili, Ibu Banga Malewa, menyebut bahwa pelatihan ini adalah wujud nyata komitmen Indonesia dalam mendukung sektor pertanian di Timor Leste, yang merupakan salah satu sektor prioritas.

“Melalui kegiatan ini, kami berharap kerja sama Indonesia dan Timor Leste akan semakin konkret dan berdampak pada pembangunan pertanian di kedua negara,” kata Ibu Banga.

Senada dengan hal tersebut, Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Hariwan Puja Wilapa, berharap kerja sama bilateral ini dapat terus meningkat.

Ia juga menekankan pentingnya respons proaktif terhadap tantangan pertanian global, seperti perubahan iklim.

Sebelumnya Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman mengatakan kolaborasi antarnegara sangat penting untuk mengatasi tantangan pertanian global, terutama dalam mengendalikan hama yang dapat mengancam ketahanan pangan.

Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan RI, Idha Widi Arsanti, menyatakan bahwa garda terdepan dalam mengatasi permasalahan di lapangan ada penyuluh pertanian.

“Penyuluh pertanian adalah garda terdepan dalam mendampingi petani. Dengan membekali mereka pengetahuan dan keterampilan yang memadai, kita berharap mereka mampu menjadi agen perubahan dalam meningkatkan produktivitas pertanian”, jelas Idha.
________________________________________
Acara ini dihadiri oleh Menteri Sekretaris Negara bidang Perikanan Republik Demokrasi Timor Leste beserta jajarannya, Duta Besar Negara Republik Indonesia, Duta Besar Negara Thailand, Duta Besar Negara Philipina, Duta Besar Negara Malaysia, Duta Besar Negara Brunai Darusalam, Direktorat Kementerian Keuangan TL, Direksi Nasiona Penyuluh Pertanian,Direksi Nasional Penelitian dan statistika, NGO Internasional AI-Com, Tomak, Hadala, Koica, WFP dan Food Agrikultura Organisation (FAO), dan Media Nasional STL, VIP-TV serta Tatoli .

Dalam mendukung kegiatan tersebut, Kementerian Pertanian Republik Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Pertanian Timor Leste mengundang narasumber dari Universitas Gadjah Mada, BBPP Lembang, BBPP Kupang, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, serta para peserta yang terdiri dari 35 Penyuluh Pertanian yang berasal dari Distrik Manatuto, Liquisa, Bobonaro, Ainaro, Aileu, Ermera, Manufahi, Lautem, Covalima, Viqueque dan Staff Departemen Perlindungan Tanaman, Staff Direksi Karantina, Staff Departamen Perbenihan dan Staff Departamen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Negara Republik Demokrasi Timor Leste.

Para peserta dibekali materi secara klasikal dan praktik lapangan, dengan fokus pada sistem Pengelolaan Hama Terpadu (PHT).

Pengendalian hama ini mengedepankan pemanfaatan musuh alami dan pestisida nabati.

Namun, peserta juga diajarkan teknik identifikasi, pengamatan, dan analisis intensitas serangan hama untuk mengambil keputusan yang tepat.

Jika intensitas serangan hama ulat grayak telah mencapai ambang ekonomi, penggunaan insektisida kimia selektif menjadi alternatif terakhir.

Pendekatan ini bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan sambil tetap efektif dalam mengendalikan hama.

Diharapkan, dengan bekal ilmu dan keterampilan yang diperoleh, para penyuluh pertanian di Timor Leste dapat menerapkan strategi pengendalian hama yang efektif.

Hal ini tidak hanya akan meningkatkan produktivitas jagung, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional di Timor Leste. (*/Rilis BBPP Kupang/LL)

error: Content is protected !!